Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan yang diajukan Perludem tentang ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Dengan keputusan itu, ambang batas parlemen 4 persen yang berlaku saat ini harus diubah dan diberlakukan pada Pemilu 2029 hingga berikutnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Fahri Hamzah menyebut, sebaiknya keputusan MK itu baiknya diterapkan lebih cepat ketimbang menunggu tahun 2029. Sebab, penghapusan parliamentary treshold bakal memulihkan kedaulatan rakyat.
Baca Juga
"Sebenarnya sih kalau konsepnya pemulihan kedaulatan rakyat ya harusnya lebih cepat lebih baik," kata Fahri saat dihubungi, Jumat (1/3/2024).
Advertisement
Fahri mengatakan, seluruh proses demokrasi dan pemilu adalah kedaulatan rakyat. Oleh sebabnya, segala jenis pembatasan yang menyebabkan lahirnya perantara antara kekuasaan dan rakyat harus di hentikan.Dia menjelaskan, adanya threshold selama ini menyebabkan antara pilihan rakyat dan calon yang terpilih menjadi berbeda. Sehingga, masih ada anggapan kuat bahwa wakil rakyat adalah wakil dari partai politik, bukan dari rakyat.
"Padahal seharusnya wakil rakyat adalah wakil langsung dari pada rakyat karena pada dasarnya rakyat itu memilh orang, kemenangan ditentukan oleh perolehan suara terbanyak," ucapnya.
Maka dari itu, Fahri mengajak partai politik, MK serta pegiat demokrasi di Indonesia untuk fokus menyisir segala ketentuan yang menyebabkan terjadinya distorsi kepada kehendak dan suara rakyat dari seluruh undang-undang pemilu dan partai politik di Indonesia.
"Suara rakyat itu tinggi sehingga kalau ada undang - undang yang mencoba membatasi dan membatalkan hak fundamental rakyat dalam hal ini prinsip kedaulatan rakyat maka dia harus dihilangkan," ucapnya.
"Jadi di masa yang akan datang tidak hanya parliamentary treshold, sebenarnya presidential threshold juga harus dihapuskan karena itu yang menyebabkan rakyat itu berjarak dengan apa yang harus dia pilih dan hak hak yang melekat pada rakyat," pungkas Fahri.
MK Kabulkan Gugatan Perludem
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan tentang penerapan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen. MK menilai, ketentuan ambang batas parlemen 4 persen suara sah nasional yang diatur di dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi.
Dari keputusan ini, ambang batas parlemen 4 persen tetap berlaku konstitusional dalam Pemilu DPR 2024. Namun, MK mengamanatkan angka itu diubah untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya.
Hal ini tercantum dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023 dari perkara yang diajukan oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Putusan ini dibacakan dalam Sidang Pleno MK, Jakarta pada Kamis (29/2).
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan Amar Putusan.
Dengan berlakunya putusan ini sejak dibacakan, MK mengamanatkan norma Pasal 414 ayat (1) UU 2/2017 tentang ambang batas parlemen perlu segera diubah sebelum pemilu 2029 dengan memperhatikan beberapa hal. Pertama, didesain untuk digunakan secara berkelanjutan.
Kedua, Perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau presentase ambang batas paremen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.
Ketiga, perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik. Keempa, perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahap penyelenggaraan Pemilu 2029.
Kelima, perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.
Reporter: Muhammad Genantan Saputrato/Merdeka.com
Advertisement